Ini adalah cerita tentang aku dan dia.
Cerita antara kami yang berawal dari sebuah penggaris.
Tak pernah terpikir olehku, bahwa jatuhnya penggaris plastik bergambar kucing tidur yang sudah patah bagian ujungnya itu, bisa membuatku tak bisa melupakan ucapan terima kasihnya saat aku mengembalikan penggaris itu padanya. Suaranya yang tak terlalu bass itu terus terngiang ditelingaku. Aku pun heran mengapa bisa sampai seperti itu, padahal awalnya aku tak menganggap dia istimewa. Okelah dia jebolan pesantren, sholeh, berjiwa kepemimpinan, ramah dan well…lumayan cakeplah. Tapi itu nggak cukup, untuk ku jadikan alasan mengapa aku jadi tertarik padanya. Jadi apa alasan tepatnya…Aku tak pernah tahu.
Pernah aku simpulkan, mungkin karena aku mengganggap dia seperti salah satu tokoh utama dalam cerita yang ku buat. Ya…begitulah, tak jarang aku terobsesi pada tokoh cerita yang kubuat sendiri, padahal mereka hanya tokoh khayalanku saja. Tapi dia itu nyata, dan tak mungkin berkarakter seperti apa selalu aku bayangkan. Jadi, alasan itu gugur. Lalu aku juga pernah berpikir, mungkin karena dia pandai dalam olahraga futsal, hmm…itu juga tak mungkin…karena ya, seingatku, di pertandingan antar kelas kemarin. Cara mainnya biasa-biasa aja tuh, nggak istimewa. Jadi apa sebenarnya yang membuatnya istimewa di hatiku. Hmm…Mungkin karena sikap tenangnya di setiap keadaan? Dia kan selalu bisa mengendalikan situasi bagaimana pun keadaannya. Tapi…apa benar begitu?? Jika semua alasan itu kusangkal, mungkin sebenarnya aku tak punya alasan yang akhirnya menjadikanku tertarik padanya.
Setelah satu tahun aku memperhatikannya, aku menimbang ulang, apa aku perlu mempertahankan perasaan yang nantinya berakhir seperti biasa ini. Dan jawabannya tidak!
Tapi ternyata sulit sekali bagiku, untuk menghilangkankan semua gerak geriknya yang tersimpan dengan apik di benakku. Apalagi, dia masih berkeliaran dengan bebasnya di hadapanku.
Seenaknya saja membuat hatiku tak tentu arah, dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Tanpa peduli pada perasaanku, mengacuhkan aku, sementara dia beramah tamah dengan teman-temanku. Melakukan hal-hal yang membuatku terheran-heran untuk apa dia berbuat seperti itu, misalnya saja ketika dia tiba-tiba terdiam di tikungan perpustakaan. Atau bolak balik nggak jelas tanpa tujuan di koridor kantin.
Dia itu misterius, dan selama aku masih penasaran padanya, mustahil bagiku untuk melenyapkan namanya dari hatiku. Tapi bagaimana caranya agar aku tak lagi penasaran lagi padanya, karena aku tak tahu apa pun tentangnya. Kecuali nama dan alamatnya, okehlah aku tahu tentang teman-temannya, sedikit keahliannya dan beberapa organisasi yang di ikutinya. Namun, semua itu tak cukup untuk menghilangkan rasa penasaranku padanya.
Mungkin karena kami tak pernah berinteraksi…Yap! Itulah kuncinya, tapi…tiap kali aku mempersiapkan diri untuk berinteraksi dengannya selalu tak terlaksana. Aku selalu memilih bungkam, dan cenderung menghindari pembicaraan dengannya. Semua orang berkata sikapku salah, tapi apa daya…sebaik apapun persiapanku. Pada saatnya, aku tak pernah bisa menjalankan rencanaku untuk memulai interaksiku dengannya. Apalagi sikapnya yang juga cenderung menghindar dariku, kalo yang itu sih…mungkin hanya perasaanku. Dan bila benarpun, dia pasti punya alasan untuk menjauh dariku.
Jadi, sampai disini saja semuanya. Pada akhirnya nanti, cerita kami tak akan ada akhirnya. Mungkin karena cara memulainya yang salah, atau karena prosesnya yang tak sistematik. Apapun hasilnya nanti, semuanya sudah ada yang mengatur. Untuk sementara biarkan saja cerita ini menggantung.
Untuk yang tak pernah berani memulai
Irfa, 30 Mei 07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkomentar^^ komentar kalian akan selalu menambah semangat menulisku^^