Judul: Unwelcome Love
Genre: Romance, Drama
Warning:
Cerita ini hanyalah khayalan absurd-ku semata, semua nama yang digunakan sebagai karakter di Fanfic ini bukan milikku, begitu juga Arirang dan Yusung Group
Part-4: Addicted
Empat Bulan Kemudian
Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa empat bulan telah
berlalu sejak aku menjadi menantu keluarga Yusung Grup. Kehidupanku tidak
banyak yang berubah, kecuali aku kini tinggal di apartemen bersama pria yang
bernama Jo Hyun Jae. Haruskah aku memanggilnya suamiku? Aku malah merasa kami
hanya teman satu apartemen saja.
Sesuai keinginanku, kami tidur di kamar terpisah dan selalu
menjaga privasi masing-masing. Aku sibuk dengan Arirang dan Hyun Jae pun sibuk
dengan tugasnya sebagai Presiden Direktur Yusung Grup setelah Ayahnya resmi
pensiun sejak kami menikah.
Akhirnya aku paham mengapa dia membutuhkan seorang istri,
itu karena dewan direksi tidak ingin menyerahkan jabatan Presdir jika dia masih
berstatus seorang duda. Sekali lagi aku merasa dimanfaatkan. Tapi apa dayaku,
aku hanya bisa menerimanya, toh pernikahan ini sama sekali tidak merugikanku,
kecuali kenyataan bahwa aku kini berstatus istri orang. Malah status itu pun
membantuku melarikan diri dari tuntutan para tetua yang selama ini meributkan
bahwa aku harus segera menikah jika ingin melanjutkan jabatanku sebagai Kepala
Koki Arirang sebelum aku menikah dengan Hyun Jae.
Kehidupan pernikahan kami sangat tenang, meski tidak saling
mencampuri urusan pribadi masing-masing, namun kami sepakat untuk berakting di
hadapan orang lain bahwa kami adalah pasangan yang berbahagia untuk meredam
spekulasi bahwa pernikahan kami adalah pernikahan bisnis, walaupun sebenarnya
hal itu sudah menjadi rahasia umum.
Pagi ini seperti biasanya aku menyiapkan sarapan untuk Hyun
Jae. Selama ini Hyun Jae tidak pernah protes dengan jenis makanan yang aku
hidangkan untuknya. Terkadang aku memasakannya menu baru yang tidak pernah aku
masak sebelumnya, dan dia tetap menyantapnya dengan tenang tanpa protes. Hari
ini pun aku memasak menu baru yang aku buat untuk Arirang namun reaksinya hari
ini berbeda dengan biasanya.
Hyun Jae baru saja mencoba makanan itu satu suap dan dia sudah
mengerutkan keningnya, apakah ada yang salah masakanku hari ini?
“Apakah ini menu baru mu lagi untuk Arirang?” Hyun Jae
bertanya tanpa basa basi, aku sedikit terperangah, jadi selama ini dia tahu
jika selama ini aku sering menjadikannya sebagai kelinci percobaan?
“Bagaimana kau tahu?”
“Karena rasa masakanmu selalu berbeda setiap kali
menghindangkan menu baru yang kau ciptakan, aku tidak pernah protes karena
tidak yang salah dengan rasanya, namun untuk menu kali ini sepertinya belum
layak disajikan pada para pelanggan Arirang”
“Apakah ada yang salah dengan masakannya?” Bukannya
tersinggung, aku malah jadi penasaran dengan alasannya, aku merasa sudah
mengolah makanan itu dengan sebaik mungkin dan saat aku mencobanya tadi aku
merasa tidak ada yang salah dengan rasanya.
“Kau merebus dagingnya untuk membuat rasanya lebih empuk
kan?”
“Nde”
“Tapi ini malah merusak rasanya setelah beberapa menit, saat
kau mencobanya setelah selesai memasak, mungkin tidak akan terasa, tapi air
rebusannya membuat rasanya masakan ini menjadi berbeda”
Keningku berkerut dan segera merasakan menu baru yang aku
buat tersebut. Hmm,,, Hyun Jae benar, rasanya jauh berbeda dari apa yang aku
cicipi tadi.
“Sebaiknya dagingnya nya dikukus saja, sehingga tidak ada
air rebusan yang akan merusak rasanya masakanmu”
Aku sempat memikirkan hal itu, namun itu membutuhkan waktu
lama, dan manajemen pasti menolak menu baru ku jika dimasak terlalu lama.
“Kau bisa mengukus daging nya sebelum ada yang memesan menu
ini, dan membuatnya berada dalam keadaan panas sehingga tetap empuk saat diolah
menjadi menu baru mu ini”
Aku terperangah mendengar ucapan Hyun Jae, bagaimana dia
tahu apa yang aku pikirkan? Lagipula, darimana dia tahu jika rasa masakan ku
rusak karena air rebusannya.
“Tanyakan lah apa yang ingin kau tanyakan, jangan hanya
disimpan dalam hati begitu, Hyun Jin-ssi”
“Nde? Akh… iya… bagaimana kau tahu bahwa yang merusak rasa
masakannya adalah air rebusannya, bisa saja kan aku salah menambahkan bumbu
atau kesalahan lainnya” Aku mencoba berspekulasi
“Karena kau bukan tipe orang seperti itu” Ucapnya penuh keyakinan
“Nde?” Aku tidak mengerti maksud perkataannya, pria ini… dia
mahir sekali membuatku kebingungan.
“Kau adalah Kepala Koki Arirang sangat tidak masuk akal jika
rasa masakanmu rusak karena salah menambahkan bumbu, dan lagi… aku bisa
merasakan apa yang salah dengan rasanya, aku sudah terbiasa merasakan berbagai
macam masakan tradisional”
Aku tersenyum kecil saat mendengar pujiannya, yah ini bukan
pertama kalinya aku mendengar hal itu, namun ini pertama kalinya aku mendengar Jo
Hyun Jae mengakui kemampuan memasakku. Tapi apa maksudnya dia terbiasa dengan
masakan tradisonal?
“Aku tidak tahu jika ibumu ahli dalam masakan tradisional”
Ya mertuaku memang sangat menyukai masakan dari dapur Arirang, tapi aku tak
pernah menyangka dia juga selalu memasakan masakan tradisional untuk
keluarganya
“Apakah aku mengatakan bahwa ibuku pandai membuat masakan
tradisional Korea?”
“Tidak sih, jika bukan karena itu, mengapa kau bisa sangat
peka terhadap rasa masakan tradisional”
“Hmm,,, itu karena aku pernah bekerja sebagai asisten koki
di sebuah restoran masakan tradisional saat aku kabur dari rumah” Hyun Jae
mengatakan hal itu tanpa beban dan melanjutkan menyantap sarapannya, namun tidak lagi menyentuh menu baru ku.
Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar, dia pernah apa? Kabur
dari rumah dan bekerja sebagai Koki? Seorang Jo Hyun Jae? Presdir salah satu
perusahaan besar di Korea ini pernah menjadi Koki? Bagaimana bisa?
“Itu pasti bohong kan? Saat kau kabur dari rumah, kau pasti
masih sangat muda, mustahil kau sudah bisa menjadi asisten koki”
“Terserah kau mau percaya atau tidak, Hyun Jin-ssi. Tapi
bakatku memang sebaik itu, hanya saja… menjadi Koki bukanlah takdirku. Itulah
mengapa aku berhenti kerja di restoran itu saat Ayah menemukan keberadaanku”
Mwo? bukan takdirnya? Apakah dia sedang meremehkan ku,
karena aku hanya seorang Koki?
“Haaah, mengenang masa lalu di pagi hari membuatku semakin
lapar, bolehkah aku menghabiskan semua makanan yang kau buat, kecuali menu
barumu itu?”
Aku sudah tidak berminat untuk menjawabnya, toh pada
akhirnya dia akan menghabiskannya juga seperti biasanya.
***
“Apakah dia benar-benar bisa mengetahui apa yang salah
dengan masakanmu?”
Hye Sun terperangah saat aku menceritakan apa yang terjadi
antara aku dan Hyun Jae tadi pagi. Kini kami sedang duduk saling berhadapan di
sofa yang ada di ruanganku, atau sejak setengah tahun lalu, ruangan ini menjadi
ruangan kami berdua. Hye Sun tadinya menolak membantuku di dapur Arirang karena
dia lebih memilih bekerja bersama suaminya di restoran Italia milik mereka.
Namun sejak Hye Sun dinyatakan hamil 7 bulan yang lalu, Ahn
Jae Hyun melarangnya untuk bekerja di restoran dan itu malah membuatnya stress
karena terlalu bosan hanya berdiam diri dirumah saja. Itulah mengapa aku
membujuk Jae Hyun untuk mengijinkan Hye Sun membantuku di Arirang sebagai
Konsultan Menu. Aku berjanji tidak akan membuatnya lelah dan tugasnya hanya
menentukan menu apa saja yang akan disajikan Arirang setiap harinya.
Sebenarnya pekerjaan Konsultan Menu Arirang biasa dilakukan
oleh mantan Kepala Koki Arirang sebelumnya, seharusnya sih memang ibuku yang
menjadi Konsultan Menu dan Pra Menu, namun sejak Nenek Choi, Ketua Yayasan
Arirang sering sakit-sakitan, ibu pun menjadi sibuk mengurusi masalah yayasan.
Jadilah aku merasa sangat terbantu dengan keberadaan Hye Sun sebagai Konsultan
Menu.
“Kau juga tak percaya kan? Aku pun tak akan percaya jika aku
tidak melihatnya sendiri. Bahkan saat aku mencoba sarannya, apa yang dia
katakan terbukti benar. Rasa kuahku tidak berubah jika aku mengkukus dagingnya
karena tidak ada air rebusan yang tercampur”
“Daebak. Aku rasa suamimu itu memang jenius. Seandainya dia
mengembangkan bakatnya, siapa tahu dia bahkan menjadi koki yang lebih hebat
dari kita berdua” Hye Sun malah terpesona pada kemampuan Jo Hyun Jae.
“Jangan pernah katakan itu padanya! Dia akan semakin besar
kepala” dengusku kesal karena mengingat dia mengatakan jika menjadi Koki bukan
takdirnya. Apa hebatnya bakatnya itu jika dia hanya bisa meremehkan profesi
kami.
Hye Sun menatapku dengan wajah bingung, “Mengapa kau kesal?
Apakah karena dia mengkritik masakanmu? Ini tidak seperti Seo Hyun Jin yang aku
kenal”
Aku menghela nafas panjang, dan mengedikan bahu, “Entahlah,
aku hanya kesal saat dia mengatakan bahwa menjadi Koki bukanlah takdirnya,
seolah dia sedang meremehkan profesiku”
Hye Sun malah tergelak mendengar keluhanku, “Tentu saja itu
bukan takdirnya, dia adalah pewaris perusahaan besar Yusung Group, kenapa
menjadi Koki harus menjadi takdirnya? Aku pikir kau memahami itu dengan benar
Hyun Jin-a”
“Apa maksudmu?”
“Apakah menjadi Koki adalah impianmu?”
Pertanyaan Hye Sun rasanya menampar egoku. Hye Sun benar,
menjadi koki bukanlah impianku saat aku kecil, namun karena Ibu ingin aku
menjadi putrinya yang pandai memasak dan bisa menjadi penerusnya aku memupuk
impian itu dalam hatiku hingga kecintaanku pada Arirang tumbuh begitu saja
dalam hatiku.
“Kau menjadi Koki karena Ibu ingin kau menjadi penerusnya,
karena itu adalah takdirmu. Jadi tidak seharusnya kau kesal pada Jo Hyun Jae yang
menyia-nyiakan bakatnya hanya karena dia terlahir sebagai pewaris Yusung Grup”
“Kau benar Hye Sun-a, Akh…. Aku jadi merasa semakin kesal
karena sudah berpikiran buruk”
“Aku lihat kau agak emosional menghadapi Jo Hyun Jae,
mengapa kau tidak mencoba menjalin hubungan baik dengannya. Meskipun pernikahan
kalian adalah pernikahan bisnis tanpa cinta, aku rasa tidak ada salahnya jika
kalian berteman selama menjalani pernikahan ini”
“Teman? Kami adalah partner bisnis, kurasa berteman
dengannya bukanlah ide bagus”
“Mengapa? Menurutku tak ada ruginya jika kalian akhirnya
bisa berteman, bukankah kontrak kalian hanya akan berakhir jika kau menemukan
cinta sejatimu? Bagaimana kau akan menemukannya jika dia bahkan melarangmu
untuk berhubungan dengan pria lain selama kau menjadi istrinya”
Menurut Hye Sun batas akhir kontrak mereka itu hanya
akal-akalan Hyun Jae untuk mengikatku selamanya. Rasanya aneh saja jika pria
itu hanya akan melepaskanku sebagai istrinya saat aku akhirnya bertemu dengan
orang yang benar-benar aku cintai, namun disisi lain, pria itu juga melarangku
berhubungan dengan pria lain selama kami berstatus suami istri. Aku juga
sebenarnya sempat berpikiran seperti itu, namun aku tak bisa memikirkan alasan mengapa Jo Hyun Jae harus mengikatku sebagai istrinya
seumur hidup.
Meski Jo Hyun Jae berjanji jika dia juga tidak akan menjalin
hubungan dengan wanita lain selama kami berstatus suami-istri, aku sama sekali
tak peduli. Bahkan jika pria itu memiliki anak dengan wanita lain pun itu
bukanlah urusanku. Bukan kah kami sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan
masing-masing.
“Kau harus terjebak dengannya seumur hidupmu, Hyun Jin-a, Apa
jadinya jika kalian tak bisa akrab? setidaknya sebagai teman”
Aku tahu pendapat Hye Sun adalah solusi terbaik untuk hubunganku
dengan Jo Hyun Jae. Namun aku tak yakin bisa berteman dengan pria itu. Hyun Jae
memang tak pernah bersikap dingin dan selalu memberikan perhatian kecil
terutama saat kami bersama orang lain. Namun aku tak bisa menyangkal, saat kami
hanya berdua saja selalu saja ada perasaan canggung diantara kami yang
membuatku enggan untuk mengkarabkan diri dengannya.
“Bagaimana bisa aku berteman dengannya jika dia saat kami hanya
berdua, aku selalu merasa canggung, dan itu membuatku merasa dia semakin terasa
jauh dan tak tergapai”
Aku sengaja mengalihkan pandangan ku ke arah lain saat mengatakan hal
itu. Entahlah, rasanya aku tidak ingin Hye Sun mengetahui perasaanku saat mengatakan hal itu. Namun aku tahu Hye Sun masih menatapku dengan intens.
“Hmmm mungkin kalian harus memulai kontrak bisnis lain
selain kontrak pernikahan”
Ide Hye Sun
kali ini berhasil membuatku kembali menatapnya. Kontrak bisnis lain? Kontrak
pertama saja tidak tahu kapan akan berakhirnya, bagaimana bisa mereka membuat
kontrak yang lain.
“Maksudmu?”
“Maksudku…. Dengan keahliannya membedakan rasa makanan
dengan sangat baik, tak ada salahnya jika kau meminta suami mu itu untuk
menjadi Konsultan Pra Menu di Arirang”
Aku terpana mendengar ide Hye Sun, mengapa aku tak pernah
memikirkan itu sebelumnya? Selama ini pun aku memang menjadikannya
sebagai orang pertama yang mencicipi setiap menu baruku untuk Arirang. Bukankah
itu berarti selama ini pun diam-diam aku sudah menjadikan Jo Hyun Jae sebagai
konsultan Pra Menu untuk Arirang?
Sejak ibuku sibuk mengurusi masalah Yayasan, terkadang aku
bingung pada siapa aku harus berkonsultasi untuk menciptakan menu baru. Apa
yang dikatakan Hye Sun seolah memberi angin segar untukku, tak ada salahnya
jika aku memintanya untuk menjadi konsultanku secara professional.
“Hye Sun-a! Idemu itu…. Aku menyukainya” tak sedikitpun aku
menyembunyikan rasa bahagiaku karena menyetujui ide Hye Sun, namun Hye Sun
malah menatap heran padaku.
“Kau menyukainya?”
“Tentu saja! Tapi…. Apakah menurutmu Jo Hyun Jae akan
bersedia?”
“Ntahlah, tapi jika menurutmu itu ide yang bagus tak ada
salahnya untuk di coba, toh ini untuk memajukan Arirang juga”
Hye Sun tak pernah salah. Tujuan utama pernikahan kami
adalah untuk kemajuan Arirang dan Yusung Grup, mungkin aku bisa menjadikan
alasan tersebut untuk menekan Hyun Jae bersedia membantuku.
***
Tanpa menyia-nyiakan waktu, sore harinya aku langsung
menghubungi Sekretaris Jo Hyun Jae untuk menanyakan jadwal pria itu hari ini,
setelah memastikan tak ada lembur dan meeting dengan klien di luar jam kerja,
aku segera pulang ke apartemen kami dan membuatkan masakan kesukaan Jo Hyun Jae
untuk makan malam.
Aku masih sibuk memasak saat Hyun Jae pulang dan tampak
kaget melihatku ada di rumah saat dia tiba di Apartemen
“Hyun Jin-ssi? Kau belum kembali ke Arirang?”
Makan malam memang selalu menjadi jam sibuk di Arirang,
biasanya aku pulang ke apartemen untuk menyiapkan makan malam Hyun Jae dan
kembali lagi ke Arirang untuk memastikan sajian jam makan malam di Arirang
tidak ada masalah. Tapi khusus untuk malam ini aku mempercayakan semuanya pada
Koki Kim karena aku memiliki misi khusus untuk merekrut Konsultan Pra Menu yang
baru.
“Hari ini Arirang tidak begitu sibuk, para Koki bisa
mengatasinya tanpa keberadaanku disana sekalipun, jadi malam ini sepertinya aku
bisa menemanimu makan malam” aku langsung tersenyum setelah menjawab pertanyaan
Hyun Jae yang masih menatapku heran.
“Begitukah? Baiklah, aku rasa aku akan mandi dan ganti baju
dulu sebelum makan malam, apakah tidak apa-apa?”
“Tidak masalah, santai saja, makanan ini masih perlu waktu
untuk siap di sajikan”
Hyun Jae tak bertanya lagi dan pergi ke kamarnya untuk
membersihkan diri dan melepas lelah setelah seharian berada di Kantor.
Selama 4 bulan pernikahan kami, Aku dan Hyun Jae memang
sangat jarang makan malam bersama. Apalagi makan malam berdua saja seperti
malam ini, mungkin ini baru pertama kalinya.
Jika tidak ada undangan makan
malam dari Keluarga Hyun Jae ataupun keluargaku, aku tak pernah sekalipun
berniat absen dari Arirang di jam makan malam. Namun aku selalu pulang untuk
menyiapkan makan malam untuk Hyun Jae sebelum dia kembali dari kantor. Meskipun
dia tidak pernah meminta hal itu, aku selalu merasa itu adalah kewajibanku
sebagai istrinya.
Saat makan malam sudah tertata rapi di meja makan, Hyun Jae
keluar dari kamarnya dengan penampilan yang lebih segar dan santai.
“Apakah makan malamnya sudah siap?”
“Ah, Nde, duduklah Hyun Jae-ssi”
Jo Hyun Jae tampak mengaggumi makanan yang terjadi di meja
makan
“Tidak biasanya kau memasak makanan kesukaanku, Hyun
Jin-ssi. Apakah hari ini hari istimewa?” Tanya Hyun Jae setelah duduk di
hadapanku
“Tidak juga, hanya saja…. Ada yang ingin aku bicarakan
denganmu setelah makan malam” jawabku jujur, kukira percuma saja jika aku
berbohong padanya tentang alasanku secara khusus makanan kesukaannya
“Aaahhh…. Apakah itu juga yang membuatmu meluangkan waktu
untuk menemaniku makan malam hari ini?”
“Hmmm… anggap saja begitu. Aku berharap kau menyukai makanan
ini, Hyun Jae-ssi, meski aku tidak tahu apakah rasanya akan se enak buatan
ibumu atau tidak”
“Gomawo Hyun Jin-a, Mari kita makan”
Kami pun mulai menyantap makan malam yang kusajikan khusus
untuknya. Hyun Jae tampak sangat menikmati makanannya, ini pertama kalinya aku
menemaninya makan malam di rumah, dan aku cukup kaget melihat Hyun Jae makan
dengan lahap, seperti orang yang tak menemukan makanan selama seminggu. Hyun
Jae menghabiskan makanan yang kubuat dalam kurun waktu kurang dari setengah
jam. Aku jadi bertanya-tanya apakah hari ini dia melupakan makan siangnya?
“Apakah kau begitu kelaparan?”
“Aku melupakan makan siangku”
Lagi? Ntah keberapa kalinya aku mendengar alasan ini, setiap
kali aku bertanya tentang sisa makan
malam yang kubuatkan untuknya, dia selalu berkata dia menghabiskannya dengan
alasan yang sama. Jo Hyun Jae melupakan makan siangnya hari itu. Sebenarnya aku
ingin bertanya mengapa dia sering kali melupakan makan siangnya, apakah
sekretarisnya tak pernah mengingatkannya? Ataukah memang dia selalu sangat
sibuk hingga tak ada waktu untuk makan siang.
Haruskah aku membuatkan makan siang untuk suamiku ini? Kok
rasanya tidak tega melihat dia makan seperti orang kelaparan saat makan malam,
apakah dia selalu makan seperti ini saat makan malam?
“Jadi apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Hyun Jae setelah
dia menutup kegiatan makan malamnya dengan meneguk segelas air putih.
Pertanyaannya membuyarkan semua pikiran tentang dia yang
selalu melupakan makan siangnya dan mengingatkan aku pada tujuan utama acara
makan malam ini.
“Akh itu…. Aku ingin meminta bantuanmu, Hyun Jae-ssi”
“Bantuan? Apakah Arirang kekurangan dana bulanannya?”
Apakah uang menjadi segalanya bagi pria ini? Bagaimana dia
selalu berpikir bahwa Arirang hanya membutuhkan uang saja?
“Aniya… ini bukan masalah uang?”
“Lalu?”
Hyun Jae menatapku dengan heran, aku jadi bingung bagaimana
harus menjelaskannya. Padahal tadi siang, aku merasa sangat yakin bisa
menekannya untuk membantuku. Tunggu, Alasan utama kami menikah. Benar! Kemajuan
Arirang dan Yusung Grup adalah segalanya dalam pernikahan kami.
“Begini Hyun Jae-ssi, kau tahu kan… tujuan utama pernikahan
kita adalah untuk memajukan Ariranng dan juga Yusung Grup”
“Tentu saja, aku sangat memahami itu”
“Aku… aku ingin meminta bantuanmu demi kemajuan Arirang”
“Hyun Jin-ssi, kau bilang ini bukan tentang uang, lalu apa
yang bisa aku lakukan untuk membantumu memajukan Arirang selain memberikan
suntikan dana untuk Arirang?”
Demi Tuhan! Apakah hanya uang dan uang yang ada di dalam
otak pria itu? Apakah Arirang sebegitu miskinnya hingga hanya memerlukan uang
darinya? Akh tapi dia tidak salah juga sih, aku lupa jika pernikahan kami
terjadi karena Arirang membutuhkan suntikan dana operasional dari Yusung Grup.
Tampaknya Hyun Jae tak pernah menyadari jika bakatnya untuk membedakan rasa
bisa sangat membantu Arirang.
“Tentu saja kau bisa membantu Arirang dengan bakatmu”
“Bakatku?”
“Nde,,, bakat yang kau sia-siakan karena harus memenuhi
takdirmu itu”
“Aku tak mengerti…”
Hyun Jae tampak bingung dengan bakat yang aku bicarakan, aku
lelah, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan semua ini, maka sebelum dia
mengeluhkan yang lainnya, aku segera memotong ucapannya tanpa ragu
“Jo Hyun Jae-ssi, aku harap kau bersedia menjadi Konsultan
Pra Menu Arirang”
Aku mengatakan permintaan itu dengan sekali napas saja
sambil menundukan kepalaku dengan cepat sebagai agar dia bisa mengabulkan
permohonanku itu.
“Konsultan Pra Menu?”
Aku mengangkat kepalaku dan menatap pria yang tampak bingung
dengan permohonanku, yah…. Bagaimanapun juga akhirnya aku harus menjelaskan
tentang bakatnya itu kan?
“Ehm… tadi pagi kau menyarankan ku untuk mengkukus daging
nya dari pada merebusnya, aku mengikuti saranmu dan kau benar, rasa kuahnya
jadi tidak terganggu. Jadi kupikir….”
“Kau percaya begitu saja padaku?”
“Nde?”
“Maksudku, aku hanya mengkritik menu barumu sekali saja, dan
sekarang kau memintaku menjadi Konsultanmu? Bagaimana jika aku hanya kebetulan
menyadari rasa kuah yang berubah itu?”
“Tidak mungkin…. Menjadi peka terhadap rasa bukan kan
sesuatu yang kebetulan, aku bahkan berlatih bertahun-tahun untuk membedakan
setiap bumbu dapur sebelum ibu mengijinkanku berlatih di Arirang, jadi kupikir
bakatmu itu, bukan sebuah kebetulan”
Tanpa sadar aku mulai meracau, aku tidak percaya Hyun Jae
hanya kebetulan saja bisa membedakan rasa sejeli itu jika hanya sebuah
kebetulan. Aku merasa kacau, akh pria ini mengapa mudah sekali mengacaukan
pikiranku.
“Aku bersedia”
Tiba-tiba saja Jo Hyun Jae mengatakan hal itu membuatku
semakin kebingungan.
“Ye?”
“Aku bersedia menjadi Konsultan Pra Menu atau apapun lah itu
namanya”
“Apakah kau serius?”
“Tentu saja, asalkan aku mendapatkan imbalan yang setimpal”
Akh pria ini, selalu saja berhasil membuatku kaget dengan
keputusan tak terduganya. Dan sekarang dia meminta imbalan yang setimpal? Tapi
memang itu hak nya sih.
“Itu tidak masalah, aku akan menggajimu sesuai dengan
jabatan Konsultan Pra Menu di Arirang, jika kau pikir itu masih kurang, aku
bisa memberikan separuh gajiku untukmu”
“Hyun Jin-ssi, apakah kau berpikir aku mengharapkan kau
memberiku imbalan uang untuk pekerjaan baruku ini?”
“Lalu imbalan apa yang kau inginkan Hyun Jae-ssi?”
“Makan siang”
Selalu saja begitu, permintaan pria dihadapanku ini
lagi-lagi tak terduga
***
“Makan siang?”
Aku mencoba memahami imbalan setimpal yang diinginkan Jo
Hyun Jae? Mengapa dia hanya meminta makan siang? Apakah dia ingin aku
mentraktirnya makan siang? Ataukah dia ingin aku menemaninya makan siang? Yang
kedua itu rasanya mustahil sih, Jo Hyun Jae tau dengan benar, selain makan
malam, jam makan siang pun adalah waktu tersibuk Arirang, jika tidak ada
keperluan mendesak, aku akan berpikir dua kali untuk meninggalkan Arirang,
atau…. Dia ingin makan siang di Arirang?
“Akh… apakah kau ingin aku mentraktir mu makan siang? Tidak
masalah, kau bisa datang ke Arirang setiap jam makan siang, kau adalah salah
satu investor kami, jadi tentu saja kau tidak perlu membayar semua makanan yang
kau inginkan” tawarku tanpa basa basi.
“Aniya.... apa kau pikir aku punya waktu untuk pergi makan
siang di Arirang setiap hari?” Hyun Jae langsung menolak tawaran itu, hmmmm iya
juga sih, jarak dari Yusung Grup ke Arirang cukup jauh, bisa jadi semua
jadwalnya harus disusun ulang karena dia terlalu banyak menghabiskan waktu
bolak balik antara Arirang dan Kantornya.
“Lagipula…. meski makanan Arirang sangat enak, aku lebih
menyukai masakanmu”
“Nde?”
“Jadi…. Bisakah kau memasakan makan siang untukku setiap
hari?”
Tunggu…. Apa yang dia katakan? Dia lebih menyukai masakanku
di banding masakan Arirang? Selama 3
tahun ini, hampir semua menu di Arirang adalah ciptaanku, lalu apa bedanya
masakanku dengan masakan Arirang? Apakah karena tidak semua makanan di Arirang
aku yang memasaknya?
“Sejak kita menikah, aku begitu terbiasa dengan masakan yang
kau sajikan di jam sarapan dan makan malam, Hyun Jin-ssi” tanpa menungguku
bertanya, Hyun Jae mulai menjelaskan mengapa dia memintaku untuk membuatkannya
makan siang.
Aku hanya menatapnya tanpa berkomentar apapun.
“Entah sejak kapan, aku mulai tak berselera setiap kali
menyantap makan siangku di luar rumah, sepertinya aku sudah kecanduan masakan
mu, apakah kau menambahkan zat adiktif atau semacamnya di masakanmu?”
Mwoya? Zat Adiktif yang benar saja, akh pria ini benar-benar
yah… aku jadi bingung apakah dia benar-benar memiliki bakat bisa membedakan
rasa? Jika aku memang menambahkan obat di masakanku tentu saja dia akan dengan
mudah merasakannya kan?
“Animida, mengapa aku harus melakukan hal itu, kau sangat
tidak masuk akal Hyun Jae-ssi” aku langsung menyangkal tuduhan konyolnya
tersebut
“Benar juga sih, aku pasti bisa merasakannya jika kau dengan
sengaja menambahkan zat seperti itu dalam masakanmu. Sepertinya lidahku saja yang menjadi sangat
terbiasa dengan masakanmu”
Aku tak tahu bagaimana harus menanggapi celotehannya itu. Pembicaraan
ini jadi menyimpang dari yang aku predikisikan.
“Jadi? Apakah kau bisa memberikan imbalan yang aku inginkan?
Jika tidak bisa, lupakan saja untuk menjadikanku Konsultanmu”
Lega rasanya mendengar Hyun Jae sendiri yang meluruskan
tujuan awal pembicaraan ini tentang imbalan setimpal yang dia inginkan. Namun
aku tidak suka dengan caranya mengambil kesimpulan sendiri hanya karena aku
protes tentang masalah zat adiktif itu.
“Aku bahkan belum mengatakan apapun, mengapa kau seenaknya
mengambil kesimpulan Hyun Jae-ssi? Membuat makan siang untukmu, bukan hal yang
sulit untukku, tentu saja aku akan melakukannya”
Hyun Jae tersenyum puas, senyum yang belum pernah aku lihat
sebelumnya. Apakah dia begitu bahagia hanya karena aku bersedia memasakan makan
siang untukknya?
“Harus kau yang memasak yah? Aku tidak ingin kau memberiku
masakan dapur Arirang. Kau harus ingat jika aku memiliki bakat untuk membedakan
rasa dengan jeli”
“Araso… Araso”
Setelah terbiasa memasakan sarapan dan makan malam untuk
pria yang menjadi suamiku ini, aku rasa membuatkannya makan siang akan menjadi
tugas tambahan yang sangat menyenangkan.
bersambung ke part-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkomentar^^ komentar kalian akan selalu menambah semangat menulisku^^