Selasa, 13 Maret 2018

Unwelcome Love Part 8





Judul: Unwelcome Love
Genre: Romance, Drama

Warning:
Cerita ini hanyalah khayalan absurd-ku semata, semua nama yang digunakan sebagai karakter di Fanfic ini bukan milikku, begitu juga Arirang dan Yusung Group


Part 8: Feeling

“Aku tidak sangka, jika orang tuaku juga mengundangmu”

“Tidak. Mereka memang tidak mengundangku kok”

“Lalu mengapa kau ada disini?”

“Hmm… Sepertinya kau ketinggalan berita yah, Ga Young-ssi?”

“Apa maksudmu, Hyun Jae-ssi?”

Ga Young malah tampak bingung dengan jawabanku. Meskipun aku tidak mengundang keluarga Han ataupun Haemil Farmasi ke pernikahanku, tapi pernikahan antara CEO Yusung Grup dan Kepala Koki Arirang cukup menarik perhatian media. Hingga artikelnya menjadi berita utama di beberapa surat kabar bisnis dan situs berita online. 

Rasanya mustahil jika Ga Young tidak mengetahui hal ini, kecuali dia sedang tak ada di Korea 5 bulan yang lalu.

“Aku disini untuk menemui istriku” jawabku singkat tanpa ragu

“Kau sudah menikah lagi?” Ga Young benar-benar terdengar sangat kaget.

“Nde”

“Kapan?”

“Sekitar 5 bulan yang lalu”

“Akh... Saat aku berada di Jepang”

Dugaanku sama sekali tidak meleset. Han Ga Young tidak berada di Korea saat berita tentang pernikahanku muncul di berbagai media.

Ga Young cukup lama terdiam, begitu juga aku. Aku berniat pamit untuk menemui Hyun Jin yang juga belum keluar. Tapi niat itu tak sempat aku lakukan karena Ga Young selalu melakukan kebiasaan lamanya setiap kali bertemu denganku.

“Apakah  kau tak pernah sekalipun merasa bersalah pada Ji Hyun, Jo Hyun Jae-ssi? Belum genap 5 tahun Ji Hyun meninggal, dan kau sudah menikah lagi?”

Apa yang dia katakan?  Mengapa Ga Young bersikap seolah-olah aku menikahi Ji Hyun karena sangat mencintainya hingga aku tak bisa berpaling pada wanita lain setelah kematiannya. Ayolah, dia tahu benar apa alasan aku dan mendiang Ji Hyun akhirnya menikah.

Akh nama itu lagi, setiap kali aku bertemu dengan wanita ini, selalu saja dia mengungkit tentang Ji Hyun, padahal apapun tentang Ji Hyun adalah sesuatu yang tidak ingin aku ingat dan aku bicarakan terutama dengan wanita bernama Han Ga Young yang ada di hadapanku ini.

“Hyun Jae-ssi”

Dari arah dapur Arirang, aku mendengar Hyun Jin memanggil namaku, aku segera mengalihkan pandanganku padanya.

Rasa lega menyeruak dalam hatiku, aku merasa Hyun Jin memang dikirim Tuhan selalu menyelamatkan hidupku. Kehadiran Hyun Jin memberikan alasan yang sangat kuat untuk pergi dari tempat ini.

“Mianata Han Ga Young-ssi, sepertinya aku harus pergi. Istriku sudah datang”

Tanpa menunggu jawaban dari Ga Young, aku pun hendak pergi meninggalkannya disana. Hingga kata-kata mengejutkan yang keluar dari mulut Han Ga Young, sempat membuat langkahku terhenti.

“Aku harap istri barumu itu, tidak bernasib sama dengan Ji Hyun”

Aku merasa tak harus membalas kata-kata Ga Young, namun dalam hati aku menegaskan jika Hyun Jin tidak akan pernah memiliki nasib yang sama dengan mendiang Ji Hyun. Itulah mengapa aku berjanji akan melepaskannya saat dia jatuh cinta pada pria lain.

Tanpa mengatakan apapun pada Ga Young, aku segera beranjak menuju Hyun Jin yang telah menungguku di depan Dapur Arirang. Aku yakin Hyun Jin melihatku berbincang dengan Ga Young, namun dia tidak bertanya apapun dan hanya berkata,

“Apakah kita bisa pergi sekarang Hyun Jae-ssi? Ibu sudah menunggu kita”

“Tentu saja Hyun Jin-ssi”

***

Pertemuanku dengan Ga Young malam ini, berhasil menghancurkan mood ku. Masakan ibu mertuaku yang sesungguhnya lebih enak dari masakan Hyun Jin terasa hambar di lidahku.

Ji Hyun, nama itu terasa tabu untuk diingat. Setelah sekia lama, hari ini aku harus mendengar nama itu lagi. Aku tidak terlalu memikirkannya saat Yowon menyebutkan nama Ji Hyun tadi siang. Tapi aku sangat muak, mendengar Han Ga Young mengungkit nama Ji Hyun setiap kali kami bertemu.

Aku tahu Ga Young adalah sepupu Ji Hyun. Dia selalu berpikir bahwa apa yang terjadi pada Ji Hyun adalah kesalahanku. Padahal dia tak pernah tahu apapun tentang apa yang terjadi antara aku dan Ji Hyun selama pernikahan kami. Karena jika dia tahu, dia tidak akan begitu percaya diri membicarakan nama Ji Hyun di hadapanku.

Setiap kali Ga Young membicarakan Ji Hyun, entah mengapa aku selalu merasa, seolah dia ingin menghukumku atas apa yang terjadi pada Ji Hyun 5 tahun yang lalu. Mungkin aku memang layak mendapatkannya, sayangnya Ga Young tak pernah tahu bahwa kesalahan terbesarku adalah menikahi Ji Hyun.

***

“Bagaimana Jo-seobang? Apakah masakanku lebih enak dari masakan Hyun Jin?”

Pertanyaan ibu mertuaku mengembalikan pikiranku yang sejak tadi tak fokus karena pertemuanku dengan Ga Young.

“Aku khawatir jika aku mengatakan yang sejujurnya Hyun Jin tak mau lagi memasak untukku”

Ibu mertuaku langsung tergelak mendengar candaanku

“Mengapa Eomma bertanya seperti itu? Tentu saja masakan Eomma lebih enak dari masakanku, karena Eomma yang mengajariku memasak”

“Sudahlah, kalian tidak usah membesarkan hatiku. Melihat kalian rukun seperti ini saja aku sudah sangat bahagia”

Hyun Jin menatap ibunya dengan haru, membuat suasana meja makan mendadak menjadi hening. Aku pun tak berani mengucapkan sepatah kata pun untuk mengomentari kalimat terakhir ibu mertuaku. Apalagi setelah aku melihat mata Hyun Jin yang mulai berkaca-kaca.

“Ada apa Hyun Jin-a?”

“Aniya Eomma, aku hanya senang karena mendengar kebahagianmu”

“Aigo Hyun Jin-a, jika ayahmu ada disini dia pasti memarahi Eomma karena membuatku hampir memangis”

Hyun Ji menghela nafas lega, dan tersenyum pada ibunya.

“Apakah Aboniem masih di Rumah Sakit?”

Aku pun akhirnya bertanya tentang Ayah mertuaku untuk mengubah suasana haru yang sedang terjadi.

“Nde, Jo-Seobang, dia titip salam untukmu. Lain kali kita harus makan malam bersama lagi, dan saat itu aku akan memastikan suamiku ada dirumah”

“Tentu saja, Eomoniem. Aku minta maaf karena baru hari ini menyempatkan diri untuk mengunjungimu setelah pernikahan kami”

“Gwencana Jo-Seobang, aku juga minta maaf karena selama ini belum pernah mengundangmu secara resmi, Hyun Jin bilag keluargamu hampir sebulan sekali meminta kalian untuk makan malam bersama”

“Akh… itu sih karena ibuku saja yang selalu merindukan masakan Hyun Jin”

Ibu mertuaku kembali tertawa mendengarnya

“Sepertinya masakan putriku ini bukan hanya membuat suaminya ketagihan ya? Ibu mertuanya juga”

***

Hyun Jin harus kembali ke Arirang untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertinggal karena dia menemaniku makan malam bersama ibunya. Jadi kami pun langsung pamit setelah acara makan malam itu berakhir.

Ternyata tak banyak yang Hyun Jin lakukan saat kembali ke Arirang, apalagi para tamu dari acara perayaan ulang tahun pernikaha Han, sudah hampir semuanya pulang. Saat Hyun Jin menemui para Koki Arirang, kali ini aku memilih untuk menunggu di kantor Hyun Jin sebagai antisipasi agar aku tak lagi bertemu dengan Han Ga Young.

Setengah jam kemudian, Hyun Jin sudah kembali ke kantornya

“Maaf membuatmu menunggu lama, Hyun Jae-ssi”

“Apakah pekerjaanmu sudah selesai?”

“Nde. Setelah aku ganti baju kita bisa langsung pulang”

Hyun Jin pun segera masuk ke kamar gantinya seolah tak ingin membuatku menunggu lebih lama lagi.

 Tentu saja Hyun Jin harus berganti baju, saat ini Hyun Jin masih memakai hanbok Master Chef Arirang nya meski Apron yang kubantu pasangkan tadi sore sudah terlepas sejak dia keluar dari dapur Arirang. Aku pasti akan merindukan penampilan Hyun Jin hari ini. Hmm… mungkin lain kali aku perlu berkunjung ke Arirang lagi, karena akan sangat janggal jika aku meminta Hyun Jin menggunakan hanbok saat kami berada di apartemen

***

Selama perjalanan pulang, aku membiarkan Hyun Jin tertidur karena tak tega melihatnya terus menguap beberapa kali tak lama setelah aku mengendari mobil meninggalkan Arirang. Hari ini dia tampak  lebih lelah dibanding hari-hari biasanya. Tanpa aku sadari, kami juga pulang lebih larut dari hari biasanya.

Saat kami tiba di parkiran, aku jadi tidak tega untuk membangunkan Hyun Jin yang masih tertidur dengan nyenyak. Hyun Jin tampak damai dalam tidurnya. Apakah aku harus menunggunya hingga terbangun sendiri sebelum kami masuk ke Apartemen?

Hyun Jin bergerak dalam lelapnya, mencoba bertukar posisi, tampak sangat jelas dia tak nyaman tidur dengan posisinya saat ini. Aku tidak mungkin menunggu hingga dia terbangun dan membiarkannya terus tidur dengan posisi duduk di kursi mobil. Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya masuk ke dalam Apartemen tanpa membangunkannya.

Awalnya aku agak kesulitan untuk mengangkat Hyun Jin dan mengeluarkannya dari dalam mobil, namun karena tubuh Hyun Jin ternyata lebih ringan dari yang kubayangkan, aku pun menyesuaikan diri dengan cepat. Apalagi setelah Hyun Jin mendapatkan posisinya nyamannya saat aku menggendongnya ala Bridal Style. Aku tersenyum kecil ketika Hyun Jin memposisikan kepalanya dengan nyaman di dadaku, entah mengapa aku merasa senang karena hal sesederhana itu.

Sesampainya di Apartemen aku langsung membaringkan Hyun Jin di tempat tidur di kamarnya. Hyun Jin tampaknya benar-benar lelah, karena dia sama sekali tidak terbangun selama aku menggendongnya dari tempat parkir hingga tiba di kamarnya.

Aku menatap Hyun Jin yang terlelap dengan nyenyak di tempat tidur masih dengan setelan lengkap juga sepatunya. Aku khawatir Hyun Jin tidak akan nyaman, akhirnya ku putuskan untuk membuka sepatu dan blazer yang dipakai Hyun Jin.

Setelah memastikan Hyun Jin mendapatkan posisi tidur yang nyaman, aku keluar dari kamar Hyun Jin dan menutup pintu nya perlahan, berharap Hyun Jin tak terbangun karena suara pintu tertutup.

***

Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi kami berdua, jadi aku pun memutuskan untuk masuk ke kamarku dan beristirahat.

Entah mengapa sesampainya di kamar aku malah tidak bisa tidur. Bayangan Hyun Jin dengan hanbok dan apronnya kembali menggelayuti pikiranku dan tanpa sadar membuatku tersenyum begitu saja. Apakah aku mulai tertarik padanya?

Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Benar aku sangat menyukai masakannya. Hyun Jin pun sangat cantik, jadi tak heran jika aku tertarik secara fisik padanya. Tapi tertarik padanya lebih dari itu sama sekali bukan pilihan untukku. Aku sudah berjanji untuk melepaskannya saat dia bertemu dengan pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

Tiba-tiba saja aku teringat pada apa yang dikatakan Yowon tadi siang

“Lalu kenapa bukan kau saja yang menjadi pria itu, Hyun Jae-ssi?”

Apakah aku layak menjadi pria itu? Bagaimana bisa aku berusaha membuat Hyun Jin jatuh cinta padaku disaat aku sendiri masih bingung dengan perasaanku padanya.

***

Normal POV

“Hyun Jin-a, Sepertinya suami mu itu mulai jatuh cinta padamu”

Hye Sun mengatakan pendapatnya dengan antusias saat Hyun Jin menceritakan bagaimana Hyun Jae memperlakukannya semalam.

Jadi semalam itu, sebenarnya Hyun Jin terbangun saat dia sadar kepalanya bersandar dengan nyaman di dada bidang suaminya. Tapi karena terlalu kaget dan malu, Hyun Jin memilih tetap pura-pura masih terlelap hingga Hyun Jae keluar dari kamarnya.

“Mengapa kau berpikir seperti itu Hye Sun-a? Bisa saja dia hanya bersikap sopan kan?”

“Bersikap sopan itu, tidak harus dengan menggendongmu dari parkiran hingga membaringkan mu di tempat tidur, dia bisa saja membangunkanmu dan mengatakan bahwa kalian sudah tiba di parkiran”

“Tapi…”

“Berhentilah membuat alasan, aku tidak percaya dia hanya bersikap sopan, ketika dia juga dengan sabar membuka blazer dan sepatu mu agar kau bisa tidur dengan lebih nyaman”

Hyun Jin hanya menghela nafas panjang. Dia juga sebenarnya bingung dengan sikap Hyun jae akhir-akhir  ini padanya.

Setelah Hyun Jae menjadi Konsultan Pra Menu nya, Hyun Jin merasa pria menjadi lebih terbuka padanya. Pria itu tak lagi membatasi dirinya seperti sebelumnya.

Hyun Jae masih kerap kali menggoda Hyun Jin dengan candaan yang kadang tidak lucu nya, namun dia tak pernah lagi menarik diri seperti dulu. Suaminya tak lagi terasa jauh dan tak tergapai. Lambat laun Hyun Jin pun merasa tak lagi kesepian di apartemen itu.

 Jika sesekali Hyun Jin bisa menemani Hyun Jae makan malam di rumah, mereka akan menghabiskan waktu istirahat mereka setelah makan dengan menonton televisi bersama. Entah itu hanya sekedar menonton berita malam atau menonton reality show tentang masak memasak.

Penyebabnya mungkin frekuensi kebersamaan mereka yang terus meningkat sejak Hyun Jin selalu mengkonsultasikan setiap menu barunya untuk Arirang di akhir pekan. Kadang kala mereka bahkan ber belanja bersama untuk membeli bahan-bahan yang akan mereka racik menjadi sebuat menu baru, dan tak jarang sekalian juga sih belanja bulanan kebutuhan sehari-hari mereka.

Namun tetap saja, Hyun Jin masih merasa canggung dengan perhatian-perhatian tak terduga Hyun Jae padanya. Seperti yang Hyun Jae lakukan semalam, meskipun mereka adalah suami istri dan telah hidup bersama selama 5 bulan, tapi hubungan mereka seharusnya mutlak patner bisnis saja kan?

“Tapi…. aku heran mengapa kau masih bisa pura-pura tertidur saat Hyun Jae membuka Blazer mu, apa kau tidak takut dia berbuat macam-macam padamu?”

“Aku percaya Hyun Jae tidak akan berbuat macam-macam dan lagi…. Aku terlalu malu untuk membuka mata. Aku bingung bagaimana harus menghadapinya.”

“Lalu apa yang kau katakan padanya pagi ini?”

“Aku sengaja pergi lebih awal, jadi kami tidak bertemu pagi ini”

“Kau sengaja menghindarinya?”

Hyun Jin hanya mengangguk lemah

“Aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus menghadapi nya Hye Sun-a. Apakah harus bertanya padanya bagaimana bisa aku berada di kamarku semalam? Padahal aku tahu dengan jelas kronologis kejadiannya. Ataukah aku harus berpura-pura tidak peduli? Dengan tidak bertanya apapun padanya”

“Kau hanya perlu mengatakan terimakasih, Hyun Jin-a”

“Nde?”

Jawaban Hye Sun membuatnya semakin bingung. Di saat Hyun Jin begitu panik tidak bisa memikirkan sikap yang tepat untuk menghadapi suaminya pagi ini, bagaimana bisa Hye Sun hanya menyarankan hal yang begitu sederhana.

“Katakan saja, ‘Hyun Jae-ssi, terima kasih untuk semalam’ Meski Hyun Jae berpikir kau tertidur sepanjang perjalanan, aku rasa dia pasti mengerti jika kau menyimpulkan bahwa dialah yang memindahmu ke tempat tidur semalam”

Hyun Jin terpana mendengar penjelasan Hye Sun. Mengapa dia tidak bisa memikirkan hal itu tadi pagi? Sepertinya Hyun Jin terlalu mencemaskan sesuatu yang tidak perlu, hingga dia lupa untuk berterimakasih. Sejak menikah dengan Jo Hyun Jae, Hyun Jin merasa dirinya semakin sulit untuk berpikiran jernih, terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan pria itu.

“Aku terlalu bingung… “

“Apa kau juga mulai menyukainya?”

Hye Sun bertanya dengan tiba-tiba.

“Tentu saja tidak!” Hyun Jin membantah dengan tegas

“Ehm… maksudku, aku menghormatinya sebagai suamiku, dan menganggumi bakat nya dalam membedakan rasa, tapi akhir-akhir ini sikapnya kadang membuatku canggung dan bingung”

“Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?”

“Aku tidak tahu”

Hyun Jin menunduk, merutuki kepanikannya tadi pagi. Jika saja dia tak melarikan diri tadi pagi, dia tidak akan sebingung ini, apa yang harus dia lakukan saat bertemu Hyun Jae nanti malam? Tidak mungkin kan dia bisa menghindari  Hyun Jae selamanya.

“Apakah hari ini aku perlu mengantarkan makan siang Hyun Jae secara langsung ke kantor nya?”

“Itu ide yang bagus. Jangan lupa untuk berterimakasih”

Hye Sun kembali mengingatkan.

Mungkin itulah jalan terbaik, daripada terus menghindar. Lebih baik Hyun Jin mengahadapinya langsung, lebih cepat lebih baik

***

Sebuah pesan masuk ke ponsel Hyun Jin, membuat dia melirik ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Hyun Jin mengambil benda itu dan membuka pesan itu tanpa memperhatikan siapa pengirimnya.

‘Makan siang hari ini, tidak perlu diantar ke kantor’

Mata Hyun Jin membulat saat menyadari itu pesan dari Jo Hyun Jae. Untuk pertama kalinya, selama pernikahan mereka Jo Hyun Jae mngiriminya sebuah pesan. Sekelebat rasa gembira muncul begitu saja dalam hatinya, namun isi pesan Hyun Jae, jelas-jelas menghancurkan rencananya untuk datang ke kantor Hyun Jae.

Setelah berpikir sejenak, Hyun jin pun memutuskan untuk tidak menunda ucapan terimakasihnya, setidaknya dengan begini dia tidak perlu menghadapi Jo Hyun Jae secara langsung

‘Aku mengerti. Hyun Jae-ssi, Terimakasih untuk semalam’

Hyun Jin menghela nafas lega setelah mengirimkan pesan itu. Setidaknya dia tidak akan terlalu canggung saat bertemu Hyun Jae nanti malam.

Baru saja Hyun Jin berniat meletakan ponselnya, ponsel itu kembali berdering. Song Doo Hee, Ibu Hyun Jin menelponnya

“Nde, Eomma”

“Hyun Jin-a, Nenek Choi meminta mu datang ke rumahnya, dia ingin meminta pendapatmu tentang calon Koki Arirang”

“Araso, aku akan segera kesana Eomma”

***

Kehamilan Hye Sun yang semakin membesar membuat Ahn Jae Hyun semakin cemas dengan kesehatan istri dan calon anaknya. Jae Hyun mulai rewel meminta Hye Sun untuk segera beristirahat total di rumah saja menjelang waktu kelahiran yang semakin dekat. Setelah di bujuk dengan berbagai  janji manis, akhirnya Hye Sun bersedia untuk fokus mempersiapkan proses kelahiran putra pertamanya.

Hyun Jin tentu saja setuju dengan keputusan suami istri itu, meski dia jadi agak kerepotan jika Hye Sun tak lagi membantunya. Apalagi ada seorang Koki inti Arirang yang keluar karena memutuskan untuk pulang kampong mengurus orang tuanya yang sakit-sakitan.

Hyun Jin lega saat mendengar Nenek Choi telah mempersiapkan seorang calon Koki baru untuk Arirang. Hyun Jin hanya berharap orang itu bisa bekerja sama dengan baik dengan para Koki dan asisten Koki di Arirang.

***
Rumah yang menjadi tempat tinggal Nenek Choi masih berada di Komplek Arirang. Sebuah rumah tradisional Korea dengan desain yang hampir serupa dengan bangunan Arirang.

Sebenarnya, sudah menjadi tradisi jika para Kepala Koki dan mantan Kepala Koki tinggal di salah satu rumah yang ada di Komplek Arirang. Hyun Jin adalah Kepala Koki pertama yang tidak mengikuti tradisi tersebut, karena yah… dia tidak mungkin meminta Jo Hyun Jae mengikutinya untuk tinggal di Arirang.

Seingat Hyun Jin, tak banyak yang berubah dari rumah itu jika dibandingkan dengan saat terakhir kali Hyun Jin mengunjungi rumah tersebut saat Nenek Choi memberitahunya tentang lamaran Yusung Grup untuknnya.

Seorang pelayan menyambut kedatangan Hyun Jin dan mengantarnya hingga ke depan kamar Nenek Choi. Pelayan itu memberitahukan kedatangan Hyun Jin pada Nenek Choi dan, Hyun Jin bisa mendengar dengan jelas Nenek Choi memintanya untuk masuk ke dalam kamarnya.

Saat Hyun Jin masuk ke kamar itu, dia melihat seorang pria yang memakai kemeja biru tua duduk di depan Nenek Choi.

“Akh Hyun Jin-a, kau sudah datang”

Nenek Choi menyambutnya dengan ramah seperti biasanya.

Pria berkemeja biru itu menoleh ke arah Hyun Jin dan berhasil membuat Hyun Jin tak percaya dengan apa yang dilihat matanya

“Yang Se Jong?”

Yang Se Jong, pria berkemeja biru itu, tiba-tiba saja berdiri dari duduknya dan langsung berjalan kea rah Hyun Jin tanpa mempedulikan kenyataan bahwa dia sedang berada di kamar Nenek Choi. Mengabaikan sopan santunnya, Se Jong langsung memeluk Hyun Jin secara tiba-tiba lalu berkata,

“Aku sangat merindukanmu, Nuna”

***

Hyun Jin POV

Aku sudah cukup terkejut melihatnya ada Korea, dan semakin terkejut dengan perlakukannya yang tiba-tiba memeluk ku tanpa melihat situasi.

“Yak! Se Jong-a! Apa yang kau lakukan?”

Teriakan Nenek Choi membuat Se Jong melepaskan pelukannya dan merenggut tak rela.

“Sopanlah sedikit, Hyun Jin itu akan menjadi atasanmu. Kembali kesini!”

Se Jong tak sedikitpun membantah perintah Nenek Choi dan kembali ke tempatnya semula.

“Kau juga Hyun Jin-a, kemarilah”

Aku melangkah ragu dan duduk di samping Se Jong. Jadi Koki baru untuk Arirang adalah Yang Se Jong? Well ini adalah kejutan yang menyenangkan. Lama tidak bertemu dengannya, ternyata bocah lelaki cengeng ini sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang tak kalah tampan dari sepupunya.

“Seperti yang sudah aku janjikan padamu, Hyun Jin-a. Aku sudah memilihkan Koki baru untuk Arirang untuk menggantikan Ji Soo. Anak ini mungkin masih banyak kekurangan, tapi potensinya sangat luar biasa, setidaknya itulah yang Kim Jae Wook katakan padaku, jadi apakah kau ada keluhan dengan pilihanku”

“Animida Haramonie”

“Haramonie, aku memang banyak kekuarangan, tapi aku bukan anak-anak lagi. Tidak kah Nenek lihat, aku sekarang sudah menjadi pria dewasa”

Se Jong protes karena Nenek Choi memanggilnya ‘anak ini’ ya ampun ada apa dengan dia? Bagaimanapun juga dia adalah cucu dari Nenek Choi, mengapa juga harus meributkan nama panggilannya.

“Heu! Dasar anak nakal, tunggu saja di luar, Nenek ingin bicara dengan Nuna mu dulu”

Se Jong tampak tak rela karena diminta keluar dengan paksa

“Araso. Nuna, aku menunggu di luar yah”

Se Jong pun berdiri dan berjalan menuju pintu keluar

“Jadi bagaimana pendapatmu Hyun Jin-a?  Apakah kau benar-benar setuju jika Se Jong kembali ke Arirang?”

“Tentu saja Haramonie, Se Jong tumbuh besar di Arirang, dia pasti mencintai Arirang sama besarnya seperti kita semua”

“Sebenarnya aku merasa agak khawatir, sudah terlalu lama dia meninggalkan Korea, namun ternyata pengetahuannya tentang masakan Korea bahkan lebih baik dari asisten Koki yang kita miliki”

“Nenek tidak perlu khawatir, sejak kecil Se Jong memang sudah punya potensi untuk menjadi Koki Arirang, meski tidak pernah resmi menjadi murid Arirang, dia kerap kali banyak bertanya pada ku tentang masakan tradisional Korea”

“Syukurlah kalau begitu. Tolong bombing Se Jong dengan baik Hyun Jin-a”

“Nde Haramonie”

***

Nenek Choi memiliki dua orang anak perempuan yang cantik, namun sayangnya tidak satupun diantara keduanya yang mewarisi kemampuan memasak Nenek Choi. Siapa yang sangka jika bakat memasak Nenek Choi malah menurun pada cucu bungsun nya, Yang Se Jong.

Putri kedua Nenek Choi, Choi Hana, menikah dengan salah satu putra Tetua Arirang dari keluarga Yang. Itulah mengapa Se Jong tumbuh besar di Arirang, tidak seperti sepupunya Kim Jae Wook yang tinggal di luar Arirang. Saat usianya 12 tahun, Ayah Se Jong meninggal dunia, Bibi Hana memutuskan untuk keluar dari Arirang karena tidak sanggup menahan rasa sakit karena kehilangan suaminya.

Meski sudah 10 tahun berlalu, aku masih ingat dengan jelas anak lelaki berumur 12 tahun itu menangis di depan gudang Arirang.

“Nuna, ibu bilang dia akan membawaku pergi dari sini. Aku tidak ingin pergi, tapi aku juga tidak ingin membiarkan ibu hidup sendiri di luar sana”

“Se Jong-a,  kau bisa kembali ke Arirang kapan pun kau mau. Aku akan tetap disini menunggumu kembali”

“Benarkah? Aku berjanji aku akan tetap belajar memasak makanan tradisonal Korea, jadi saat aku kembali ke Arirang aku sudah menjadi pria yang layak untuk berada disampingmu”

“Aku akan menunggu hari itu tiba. Jadi berhentilah menangis, karena kepergianmu dari Arirang bukan untuk ditangisi”

Esok harinya Se Jong dan Bibi Hana pergi dari Arirang dan tidak pernah berkunjung sekalipun ke Arirang selama 10 tahun. 3 tahun setelah mereka keluar dari Arirang, aku mendengar kabar jika  Bibi Hana menikah kembali dengan seorang pemilik restoran Korea di Austarlia. Sejak saat itu Se Jong dan Bibi Hana tinggal disana.

Aku mengenal Yang Se Jong sejak pertama kali dia lahir ke dunia, bayi kecil yang tampan dan menggemaskan. Melihat dia tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak lelaki yang luar biasa cerdas memunculkan kasih sayang yang tak terduga dalam hatiku. Bagiku Yang Se Jong sudah seperti adik yang tak ku miliki.

Meskipun dia tak lagi tinggal di Arirang, kami masih sering bertemu ketika dia masih di Korea. Setelah dia pindah ke Australia, sesekali kami masih saling bertukar kabar lewat email.

Hingga Se Jong tak lagi bisa dihubungi setelah aku memutuskan untuk bertunangan dengan Jae Wook Oppa. Dia bahkah tidak hadir ke acara pertunangan kami.

Aku merasa kehilangan, namun aku tidak bisa memaksanya untuk tetap menjadi adikku di saat dia tidak menginginkannya. 

Itulah mengapa aku sangat kaget melihatnya berada di Arirang hari ini, setelah sekian lama tidak bertemu, Se Jong telah tumbuh menjadi seorang pria, bukan lagi bocah lelaki cengeng yang harus selalu aku tenangkan.

***

Aku meghampiri  Se Jong yang sedang berdiri di depan gudang Arirang. Tempat yang sama dimana aku melihatnya menangis 10 tahun lalu sebelum dia meninggalkan Arirang.

“Aku senang akhirnya kau memutuskan kembali, Se Jong-a”

“Nuna”

Se Jong meyapaku dengan antusias

“Akhirnya siap kembali dan bertemu lagi dengan mu”

“Cih! Setelah bertahun-tahun tidak memberi kabar, kau terlalu percaya diri berpikir aku akan menerimamu kembali di Arirang”

“Tapi buktinya kau menerimaku kan, Nuna? Karena aku datang disaat yang tepat”

Yah dia benar, Se Jong memang datang di saat yang tepat dan yah aku juga sesungguhnya tidak benar-benar marah padanya

“Apa saja yang kau lakukan selama kita tidak bertemu?”

“Memenuhi janjiku padamu”

“Janji?”

“Eoh, tetap belajar tentang masakan tradisional Korea dan menjadi pria yang layak untukmu”

Aku tersenyum kecil, akh janji itu. Padahal disa sendiri yang menginginkan hal itu.

“Selamat datang kembali Se Jong-a, aku yakin kau pasti akan menjadi Koki yang hebat di Arirang”

“Tapi tujuan kepulangan ku bukan untuk menjadi Koki hebat di Arirang”

Se Jong menatapku intens, ada sesuatu yang kelam dalam tatapannya. Apa sebenarnya tujuannya kembali ke Arirang secara tiba-tiba

“Lalu apa tujuanmu?”

Suaraku terdengar mengambang, entahlah apakah aku benar-benar ingin mengetahuinya atau tidak. Yang Se Jong yang aku kenal 10 tahun lalu begitu terbuka dan hangat, namun pria yang berdiri di hadapanku ini sama sekali tidak menunjukkan aura itu.

“Tujuan utamaku kembali ke Arirang….” Se Jong memberi jeda, mata kami masih saling bertatapan.

Aku sungguh penasaran, namun berusaha untuk tidak menunjukkannya

“… adalah untuk menghancurkan pernikahanmu, Nuna”

bersambung ke part-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkomentar^^ komentar kalian akan selalu menambah semangat menulisku^^